Jumat, 05 April 2013

TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH ( GOOD AND CLEAN GOVERNANCE)



I.       PENDAHULUAN
      Seperti yang kita ketahui bahwa semua masyarakat menginginkan pemerintahan yang bebas dari korupsi, masyarakat ingin agar sistem pemerintahan yang ada dalam Negara ini harus berjalan dengan baik tanpa menimbulkan dampak negative pada masyarakat, Terselenggaranya tata kelola pemerintahan yang baik atau “good governance” merupakan ‘impian’sekaligus harapan semua bangsa di dunia. Pandangan tersebut dapat dimengerti karena melalui pelaksanaan good governance, upaya penciptaan aparatur pemerintah yang bersih, bebas dari tindakan yang tidak terpuji serta tidak berpihak pada kepentingan masyarakat diharapkan dapat diwujudkan secara nyata.
Berbicara Good governance maka sering di gunakan sebagai standar sistem good local governance di katakan baik dalam menjalankan sistem disentaralisasi dan sebagai parameter yang lain untuk mengamati praktek demokrasi dalam suatu negara.Para pemegang jabatan publik harus dapat mempertangung jawabkan kepada publik apa yang mereka lakukan baik secara pribadi maupun secara publik.
Tata kepermerintahan yang baik (Good Governance) merupakan suatu konsep yang akhir-akhir ini di pergunakan secara regule di dalam ilmu politik dan administarsi publik (administarasi negara). Konsep ini lahir sejalan dengan konsep-konsep dan terminologi demokrasi, masyarakat sipil, partisipasi rakyat, hak asasi manusia dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan. Berkembanglah kemudian sebuah konsep tata pemerintahan yang diharapkan dapat menjadi solusi untuk berbagai permasalahan tersebut.

II.                PERMASALAHAN
1.      Apa yang di maksud dengan Good and clean governance ?
2.      Bagaimana cara menjalankan unsur kepemerintahan yang baik ?
            3.      Bagaimana prinsip dari good  and clean governance?
4.    Bagaimna Strategi Penataan Aparatur dalam Pelaksanaan Good Governance Menuju  Pemerintahan Yang Bersih ?

 III.             PEMBAHASAN
A.    Pengertian Good and clean governance
      Good and clean governance memiliki pengertian segala hal yang berkaitan dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau memengaruhi urusan public untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam khidupan
sehari-hari.
      Di Indonesia, good governance dapat diartikan sebagai pemerintahan yang baik,bersih, dan berwibawa. Maksudnya baik yaitu pemerintahan negara yang berkaitan dengan sumber social, budaya, politik, serta ekonomi diatur sesuai dengan kekuasaan yang dilaksanakan masyarakat. sedangkan pemerintahan yang bersih adalah pemerintahan yang efektif, efesien, transparan, jujur, dan bertnggung jawab.
      Good and clean governance dapat terwujud secara maksimal apabila unsur negara dan masyarakat madani (yang di dalamnya terdapat sector swasta) saling terkait. Syarat atau ketentuan agar pemerintahan bisa berjalan dengan baik yaitu : bisa bergerak secara sinergis,tidak saling berbenturan atau berlawanan dan mendapat dukungan dari rakyat,pembangunan dilaksanakan secara efektif dan efisien dalam hal biaya dan waktu.
Menurut United Nations Development Program (UNDP) salah satu badan PBB, governance (kepemerintahan) mempunyai tiga model, yaitu : 
·         Economic  Governance,  meliputi  proses  pembuatan  keputusan  yang memfasilitasi kegiatan ekonomi di dalam negeri dan transaksi  di antara penyelenggara  ekonomi, serta  mempunyai implikasi terhadap kesetaraan, kemiski-nan, dan kualitas hidup.
·           Political  Governance,  mencakup  proses  pembuatan  keputusan  untuk  perumusan kebijakan politik negara.
·         Administrative Governance, berupa sistem implementasi kebijakan. 
B.     Unsur Kepemerintahan yang baik
Dengan demikian, mengembangkan kapasitas dan mewujudkan good governance merupakan instrumen utama untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Tantangan bagi semua masyarakat dewa ini adalah bagaimana mewujudkan sistem governance yang mampu merealisasikan terwujudnya kemakmuran semua orang serta mengantisipasi dampak negatif dari perbuatan korupsi yang diduga kuat melibatkan sejumlah pejabat negara, baik di tingkat pusat maupun daerah. Urgensi untuk mewujudkan good governance  bukan hanya dipandang cocok untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan, tetapi juga sangat relevan dengan kebutuhan untuk proses pemulihan, stabilitas ekonomi dan krisis politik yang kia memburuk serta rendahnya kinerja dan pelayanan publik.
Itulah sebabnya, dalam pelaksanaan good governance pemerintah tidak dapat berjalan sendiri, tetapi harus melibatkan berbagai pihak, baik masyarakat maupun kalangan swasta. Pendapat tersebut sejalan dengan pandangan Taschereau dan Compos  (UNDP), 1997) juga menyatakan bahwa “Tata kepemerintahan yang baik merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan, kohesi dan keseimbangan peran, serta adanya saling mengontrol yang dilakukan oleh tiga komponen, yaitu Government, Civil Society, dan Business”.
Jadi tiga unsur istilah (Government, Pivate Sector dan Civil Society) yang menjadi komponen pelaku dalam negara, untuk menciptakan suatu sinergi sehingga tercipta suatu kesejahteraan dalam masyarakat. Negara berfungsimenciptakan lingkungan politikdan hukum yang kondusif, sektor swasta mendorong terciptanya lapangan kerja dan pendapatan masyarakat, sedangkan masyarakat sendiri mewadahi interaksi sosial politik dan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas ekonomi, sosial dan politik. Itulah sebabnya Miftah Thoha (2000) mengaris bawahi bahwa prinsip demokratis yang melekat pada good governance  meletakkan urgensi untuk menempatkan kekuasaan ditangan rakyat bukan ditangan penguasa. Kemudian, tidak adanya rasa takut untuk memasuki suatu perkumpulan atau serikat sesuai dengan kebutuhan hati nurani, dan terakhir dihargainya moral perbedaan pendapat.
Sejalan dengan pemikiran, Riyaas Rasid dan Mostopadidjaja (2002) menempatkan aparatur pemerintah sebagai ujung tombak penyelenggaraan good governance yang bersih dari KKN tampaknya perlu juga ditelusuri sampai sejauh mana bahaya perbuatan kolusi, korupsi dan nepotisme bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini sangat penting untuk dikaji mengingat perbuatan tersebut sangat inheren dengan perilaku aparatur itu sendiri.
Sejalan dengan pandangan di atas, UNDP (1996) mengemukakan tiga unsure utama (domains) yang perlu dilibatkan dalam penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance), yakni the state (Negara), the private sector (sektor swasta), dan civil society organizations (organisasi kemasyarakatan).
Secara fungsional tugas terpenting negara di masa yang akan datangadalah bagaimana mewujudkan masyarakat yang sejahtera, melalui peningkatan kinerja birokrasi pemerintahan dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Selain itu, negara harus mampu mewujudkan pembangunan manusia yang berkelanjutan seraya melakukan penataan ulang terhadap berbagai sektor yang mendukung terhadap pembangunan kualitas sumber daya manusia. Berbagai sektor yang dimaksud antara lain ; sektor ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, pertahanan, insfrastruktur, penguatan demokrasi, desentralisasi, dan lain-lain.
Pemerintah (Negara) memiliki posisi dan peran yang sangat strategis dalam melakukan penataan dan mengintegrasikan berbagai sektor sebagaimana dijelaskan di atas, selain itu, pemerintah juga harus mampu mengupayakan perlindungan terhadap masalah lingkungan terhadap masalah lingkungan, yang selama ini masih terabaikan.
Dalam konteks pelaksanaan good governance, sektor swasta jelas memiliki peran yang sangat besar dan strategis, karena tanpa adanya keterlibatan pihak swasta, agaknya sulit bagi pemerintah bahkan tidak mungkin untuk dapat melaksanakan konsep good governance secara optimal. Salah satu peran penting sektor swasta dalam mendukung terwujudnya konsep good governance adalah keterlibatan dalam sektor ekonomi, tentu saja dengan tidak mengabaikan sektor-sektor lainnya, seperti lingkungan hidup, sektor sosial, budaya dan lain-laain. Namun, pendekatan ekonomi ini tampaknya merupakan salah satu pilar penting bagi pemerintah (Negara) dalam mendorong pembangunan ekonomi bangsa, baik menyangkut investasi, pemasaran, maupun produksi, sehingga pada akhirnya diharapkan mampu mendorong pembangunan ekonomisecara nasional.
Seperti halnya sektor Negara dan swasta organisasi kemasyarakatan (civil society organizations) pun tampaknya tidak boleh dipandang sebelah mata dalam mendukung terwujudnya good governance. Secara fungsional, organisasi kemasyarakatan berperan dalam memfasilitasi insteraksi sosial, politik, ekonomi, hukum, lingkungan hidup maupun sektor lainnya. Selain itu, organisasi kemasyarakatan juga berperan dalam melakukan “check and balance” terhadap kewenangan dan kekuasaan pemerintah (Negara) dalam menjalankan tugasnya serta aktifitas sektor swasta yang berkaitan dengan masalah kepentingan public. Peran lain yang juga bisa dimainkan oleh organisasi kemasyarakatan dalam konteks pelaksanaan good governance adalah menyalurkan partisipasi masyarakat trkait dengan aktivitas sosial, ekonomi, politik, hukum, lingkungan hidup, ketenagakerjaan dan lain-lain. Intinya, organisasi kemasyarakatan juga dapat berperan dalam memberikan kontribusi pemikiran dan penekan dalam mempengaruhi kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah.
Dengan demikian, good governance merupakan sistem yang memungkinkan terjadinya mekanisme penyelenggaraan pemerintah negara yang evisien dan efektif dengan menjaga sinergi yang konstruktif diantara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.
C.     Prinsip-prinsip Good and clean governance
      Untuk  merealisasikan  pemerintahan yang profesional dan akuntabel,dengan
mengacu pada UNDP,  Lembaga Administrasi Negara RI (LANRI) merumuskan 9-an aspek fundamental (asas/prinsip) yang harus diperhatikan, yaitu : 
a.       Partisipasi ( participation ) yaitu keikutsertaan warga masyarakat dalam pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah dan mewakili kepentingan mereka. Bentuk partisipasi di maksud dibangun atau dasar prinsip demokrasi, yakni kebebasan berkumpul dan menegluarkan  pendapat secara konstruktif. Dalam hal ini perlu deregulasi birokrasi, sehingga proses sebuah usaha efektif dan efisen.
b.      Penegakan hokum ( rule of law ), yaitu bahwa pengelolaan pemerintahan yang professional harus didukung oleh penegakannya secara konsekuen, maka partisipasi msyarkat dapat berubah menjadi tindakan yang anarkis. Dalam hal ini perlu komitmen  pemerintah yang mengandung unsure-unsur :
Ø  Supremasi hokum (supremacy of law);
Ø  Kepastian hukum (legal certainty);
Ø  Hukum yang responsif, yang disusun berdasarkan aspirasi masyarakat luas dan  mengakomodasi berbagai kebutuhan secara adil; 
Ø  Konsisten dan nondiskriminatif; 
Ø  Independensi peradilan. 
c.       Transparansi ( transparency )
Asas ini merupakan unsur lain yang menopang terwujudnya good and cleangovernance. Menurut para ahli, jika tidak ada prinsip ini, bisa menimbulkan tindakankorupsi. Ada 8 unsur yang harus diterpkan transparansi yaitu : penetapanposisi/jabatan/kedudukan, kekayaan pejabat public, pemberian penghargaan, penetapankebijakan, kesehatan, moralitas pejabat dan aparatur pelayanan masyarakat, keamanan dan ketertiban, serta kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.
d.      Responsif
Asas responsif adalah dalam pelaksanaannya pemerintah harus tanggap terhadappersoalan-persoalan masyarakat, harus memhami kebutuhan masyarakat, harus proaktif mempelajari dan menganalisa kebutuhan masyarakat.
e.        Konsensus
Asas konsensus adalah bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui prosesmusyawarah melalui konsensus. Cara pengambilan keputusan consensus memiliki kekuatanmemaksa terhadap semua yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut danmemuskan semua atau sebagian pihak, serta mengikat sebagian besar komponen yangbermusyawarah.
f.       Kesetaraan
Asas kesetaraan adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik. Asas inimengharuskan setiap pelaksanaan pemerintah bersikap dan berperilaku adil dalam halpelayanan publik tanpa membedakan suku, jenis, keyakinan, jenis kelamin, dan kelas social.
g.      Efektivitas       dan      Efisiensi
Pemerintahan yang baik dan bersih harus memenuhi criteria efektif (berdaya guna)dan efesien ( berhasil guna). Efektivitas dapat diukur dari seberapa besar produk yang dapatmenjangkau kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok. Efesiensi umumnya diukurdengan rasionalisitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat.
h.      Akuntabilitas
Asas akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat public terhadap msyarakatyang memberinya wewenang untuk mengurusi kepentingan mereka. Setiap pejabat publicdituntut untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupunnetralitas sikapnya terhadap masyarakat.
i.        Visi      Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yangakan dating. Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka realisasi good and clengovernance. Dengan kata lain, kebijakan apapun yang akan diambil saat ini, harus diperhitungkan akibatnya untuk sepuluh atau dua puluh tahun ke depan.
D.    Good and Clean Governance dan control social
      Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih berdasarkan prinsip-prinsip pokok good and clean governance, setidaknya dapat dilakukan melalui prioritas program:
Ø  Penguatan fungsi  dan      peran   lembaga           perwakilan,
Ø  Kemandirian lembaga peradian,
Ø  Profesionalitas dan integritas aparatur pemerinrtah,
Ø  Penguatan partisipasi masyarakatmadani, dan
Ø  Peningkatan kesejahteraan rakyat dalam kerangka otonomi daerah.Dengan pelaksanaan otonomi daerah, pencapaian tingkat kesejahteran dapatdiwujudkan secara lebih tepat yang pada akhirnya akan mendorong kemandirian masyarakat.
E.     Good and Clean Governance dan Gerakan Anti korupsi
Korupsi merupakan permasalahan besar yang merusak keberhasilan pembangunannasional. Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatnguna meraih keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara secara spesifik.Korupsi menyebabkan ekonomi menjadi labil, politik yang tidak sehat, dan kemerosotanmoral bangsa yang terus menerus merosot.
Jeremy Pope mengemukakan bahwa korupsi terjadi jika peluang dan keinginanberada dalam waktu yang bersamaan. Peluang dapat dikurangi dengan cara mengadakanperubahan secara sistematis. Sedangkan keinginan dapat dikurangi denagn caramembalikkan siasat “laba tinggi, resiko rendah” menjadi “laba rendah, resiko tinggi”:dengan cara menegakkan hukum dan menakuti secara efektif, dan menegakkan mekanismeakuntabilitas.Penanggulangan korupsi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Ø  Adanya political will dan political action dari pejabat negara dan pimpinan lembagapemerintahan pada setiap satuan kerja organisasi untuk melakukan langkah proaktif pencegahan dan pemberantasan tindakan korupsi.
Ø  Penegakan hukum secara tegas dan berat ( mis. Eksekusi mati bagi para koruptor)
Ø  Membangun lembaga-lembaga yang mendukung upaya pemberantasan korupsi.
Ø  Membangun mekanisme penyelenggaran pemerintahan yang menjaminterlaksankannya praktik good and clean governance.
Ø  Memberikan pendidikan antikorupsi, baik dari pendidikan formal atau informal.
Ø  Gerakan agama anti korupsi yaitu gerakan membangun kesadaran keagamaan dan mengembangkan spiritual antikorupsi.
F.      Good and Clean Governance dan Kinerja Birokrasi Pelayanan Publik
Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat,dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan/ atau kepentinganmasyarakat.Beberapa alasan mengapa pelayanan publik menjadi titik strategis untuk memulai pengembangan dan penerapan good and clean governance di Indonesia.
G.    Good and Clean Governance Dalam Islam
      Dalam system pemerintahan islam, Imam (Khalifah) Mempunyai kawajiban mensejahtrakan rakyatnya dengan segala cara yang di atur oleh syariat, salah satunya adalah dengan memberikan subsidi atau pemberian yang meringankan beban hidup rakyat, subsidi secara umum terbagi dua macam.
1.      Pemberian, Yaitu harta yang di berikan oleh imam dari baitul mal kepada orang-orang yang memiliki hak yang di berikan setiap tahunnya.
2.       Rizki, Yaitu harta yang di berikan oleh imam dari baitul mal kepada orang-orang yang memiliki hak yang di berikan setiap bulannya.
H.     Strategi Penataan Aparatur dalam Pelaksanaan Good Governance Menuju Pemerintahan Yang Bersih
Untuk mewujudkan pelaksanaan good governance secara konsisten dan sustainable (berkelanjutan) bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi good governance tersebut diarahkan pada upaya penciptaan aparatur yang bersih dan berwibawa. Untuk itu, jajaran birokrasi pemerintahan harus memahami esensi birokrasi itu sendiri dikatkan dengan penciptaan good governance yang dimaksud.
Dalam konteks ini David Obsorn dan Gaebler (1992) menyampaikan 10 konsep birokrasi sebagai berikut :
1.      Catalytic Government : Steering rather than rowing. Aparatur dan birokrasi berperan sebagai katalisator, yang tidak harus melaksanakan sendiri pembangunan tapi cukup mengendalikan sumber-sumber yang ada di masyarakat. Dengan demikian aparatur dan birokrasi harus mampu mengoptimalkan penggunaan dana dan daya sesuai dengan kepentingan publik.
2.      Community-owned government : empower communities to solve their own problems, rather than marely deliver service. Aparatur dan birokrasi harus memberdayakan masyarakat dalam pemberian dalam pelayanannya. Organisasi-organisasi kemasyarakatan sepeti koperasi, LSM dan sebagainya, perlu diajak untuk memecahkan permasalahannya sendiri, seperti masalah keamanan, kebersihan, kebutuhan sekolah, pemukiman murah dan lain-lain.
3.      Competitive government : promote and encourrage competition, rather than monopolies”. Aparatur dan birokrasi harus menciptakan persaingan dalam setiap pelayanan. Dengan adanya persaingan maka sektor usaha swasta dan pemerintah bersaing dan terpaksa bekerja secara lebih profesional dan efisien.
4.      Mission-driven government : be driven by mission rather than rules”. Aparatur dan birokrasi harus melakukan aktivitas yang menekankan kepada pencapaianapa yang merupakan “misinya” dari pada menekankan pada peraturan-peraturan. Setiap organisasi diberi kelonggaran untuk menghasilkan sesuatu sesuai dengan misinya.
5.        Result-oriented government : result oriented by funding outcomes rather than inputs. Aparatur dan birokrasihendaknya berorientasi kepada kinerja yang baik. Instansi yang demikian harus diberi kesempatan yang lebih besar dibanding instansi yang kinerjanya kurang.
6.       Cuntomer-driver government : meet the needs of the customer rather than the bureaucracy. Aparatur dan birokrasi harus mengutamakan pemenuhan kebutuhan mayarakat bukan kebutuhan dirinya sendiri.
7.       “ente prising government : concretrate on earning money rather than just speding it. Aparatur birokrasi harus memiliki aparat yang tahu cara yang tepat dengan menghasilkan uang untuk organisainya, disamping pandai menghemat biaya. Dengan demikian para pegawai akan terbiasa hidup hemat.
8.         Anticipatory government : invest in preventing problems rather than curing crises. Aparatur dan birokrasi yang antisipasif. Lebih baik mencegah dari pada memadamkan kebakaran. Lebih baik mencegah epidemi daripada mengobati penyakit. Dengan demikian akan terjadi “mental swich” dalam aparat daerah.
9.      Decentralilazed government : decentralized authority rahter than build hierarcy. Diperlukan desentralisasi dalam pengelolaan pemerintahan, dari berorientasi hirarki menjadi partisipasif dengan pengembangan kerjasama tim. Dengan demikian organisasi bawahan akan lebih leluasa untuk berkreasi dan mengambil inisiatif yang diperlukan.
10.   Market-oriented government : solve problemby influencing market forces  rather than by treating public programs. Aparatur dan birokrasi harus memperhatikan kekuatan pasar. Pasokan didasarkan pada kebutuhan atau permintaan pasar dan bukan sebaliknya. Untuk itu kebijakan harus berdasarkan pada kebutuhan pasar.
Melengkapi konsep diatas, Obsorn dan Peter Plastrik (1996) menyampaikan lima (5) strategi untuk pengembangan konsep Reinventing Government yang dikenal dengan istilah “The Five C’S”, sebagai berikut :
a.       Strategi inti (Core Strategi) yaitu strategi merumuskan kembali tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintahan, termasuk otonomi daerah melalui penetapan visi, misi, tujuan, dan sasaran, arah kebijakan serta peran-peran kelembagaan serta individu aparatur penyelenggara pemerintaha.
b.      Strategi konsekuensi (consekquency strategi), dalam hal ini perlu dirumuskan dan ditata kembali pola-pola insensif kelembagaan maupun individual, baik melalui pendekatan manajemen kompetitif, manajemen bisnis (komporatisasi dan privatisasi), atau manajemen kinerja(performance management).
c.       Strategi pemakai jasa (customer strategi) aparatur birokrasi dalam hal ini perlu melakukan reorientasi dari kepentingan politik pemerintahan, serta orientasi pada kepentingan kelembagaannya, kearah kepentingan pemenuhan kebutuhan berdasarkan pilihan-pilihan masyarakat (pemakai jasa publik), peningkatan kualitas layanan, serta kompetisi pasar yang sehat.
d.      Strategi pengendalian ( control strategy), yaitu adanya perumusan kembali dalam upaya pengendalian organisasi, mulai dari :
Ø  Pengendalian Strategi yang merupakan proses perumusan dan penetapan organisasi.
Ø   Pengendalian mamajemen, yang merupakan pengendalian dalam menjaga agar pelaksanaan telah ditetapkan.
Ø  Pengendalian tugas sebagai pengendalian yang sifatnya pelaksana (operasional).
Ketiga pengendalian ini bisa dikembangkan melalui pengembangan struktur organisasi kelembagaan yang bertumpu pada kekuatan aparatur seperti gugus kendali mutu ( total quality control).
e.        Strategi budaya / kultur (cultur Strategi),  yaitu adanya upaya reorientasi perilaku dan budaya aparatur serta birokrasi yang lebih terbuka dan mampu merevitalisasi dan mengadopsi nilai-nilai budaya (baik budaya lama maupun baru), yang lebih menyentuh nilai-nilai keadilan dan hati nurani.
Agar lembaga pemerintah lebih mampu melaksanakan fungsi kepemerintahan yang baik (good governance), perlu diciptakan suatu sistem borikrasi dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Memiliki struktur yang sederhana, dengan sunber daya manusia yang memiliki kompetensi melaksanakan tugas-tugas kepemerintahan (pengembangan kebijakan dan pelayanan) secara arif, efesien dan efektif.
b.       Mengembangkan hubungan kemitraan ( partnership) antara pemerintah dan setiap unsur dalam masyarakat yang bersangkutan (tidak sekedar kemitraan internal diantara sesama jajaran instansi pemerintahan saja).
c.       Memahami dan komit akan manfaat dan arti pentingnya tanggung jawab bersama dan kerjasama dalam suatu keterpaduan serta sinergisme dalam pencapaian tujuan.
d.       Adanya dukungan dan sistem imbalan yang memadai utuk mendorong terciptanya motivasi, kemampuan dan keberanian menanggung resiko (risk taking)  berinisiatif, partisipatif, yang telah diperhitungkan secara realistik dan rasional.
e.        Adanya kepatuhan dan ketaatan terhadap nilai-nilai internal (kode etik) administrasi publik, juga terhadap nilai-nilai etika dan moralitas yang diakui dengan junjungan tinggi secara sama dengan masyarakat yang dilayabi.


 IV.            KESIMPULAN
Pada hakikatnya Good Governance bagaimana memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat. Kapan pelayanan dikatakan baik apabil pelayanan yang efesian artinya, adalah perbandingan yang terbalik antara input dan output yang di capai dengan input yang menimal maka tingkat efesiansi menjadi lebih baik. Input pelayanan dapat berupa uang, tenaga dan waktu dan materi yang di gunakan untuk mencapai output. Harga pelayanan publik harus dapat terjangkau oleh kemampuan ekonomi masyarakat. Kedua; pelayanan yang non-partisipan. Artinya adalah, sistem pelayanan yang memberlakukan penguna pelayan secara adil tanpa membedakan dan berdasarkan status sosial ekonomi, kesekuan etnik, agama kepartaian, latar belakang pengunaan pelayanan tidak boleh di jadikan pertimbangan dalam memberikan pelayanan.


DAFTAR PUSTAKA
Agus Dwiyanto. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Gadjah Mada University Press. 2005
http://avriegovril.blogspot.com/2012/01/.Good Governance.html





1 komentar:

  1. dengan adanya tata kelola yang baik dan bersih. mudah-mudahan indonesia terbebas dengan namanya korupsi.. ayooo kita tanamkan jiwa anti korupsi dalam diri kita....

    BalasHapus